04 April 2014
A400M berdampingan dengan C-130 Hercules (photo : UK MoD)
Pengadaan Senjata Harus Menggerakkan Ekonomi
JAKARTA, KOMPAS — Mulai 2014, pengadaan senjata untuk Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia harus bisa menggerakkan ekonomi nasional. Untuk itu, pemerintah membuat kebijakan, 85 persen dari nilai pengadaan harus kembali ke dalam negeri.
Demikian kata Said Didu dari Bagian Perencanaan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), Rabu (2/4), di Jakarta, usai Lokakarya Perencanaan KKIP. Menurut dia, 85 persen dari nilai pengadaan yang kembali ke dalam negeri terdiri dari penggunaan content lokal untuk pengembangan industri pertahanan dan industri manufaktur serta imbal dagang untuk perkembangan ekonomi nasional.
"Kebijakan ini akan berlanjut pada tahun-tahun mendatang,"kata Said. Ia mengatakan selama ini komponen yang menggerakkan ekonomi nasional tidak bisa dihitung. Namun, dengan kebijakan tersebut, pembelian senjata diharapkan bisa menggerakkan ekonomi nasional.
Ketua Tim Pelaksana KKIP Laksamana (Purn) Sumardjono mengakui, ada jurang antara kemampuan industri pertahanan dan kebutuhan TNI dan Polri. Menjadi tugas KKIP untuk mensinkronkan kedua entitas tersebut."Kami tidak akan menurunkan kualitas. Jika industri pertahanan dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan TNI dan Polri, akan dibeli dari luar negeri," kata Sumardjono.
Sumadjono yang mantan Kepala Staf TNI AL ini mengatakan, persyaratan pembelian senjata dari luar negeri adalah adanya transfer teknologi. Namun transfer teknologi membutuhkan persiapan panjang. Ini, misalnya, terjadi dalam pengadaan kapal selam Indonesia dari Korea. Dari tiga kapal selam yang dipesan, kapal ketiga dibangun di PT PAL. "Üntuk itu, kita melakukan inventarisasi persiapan yang perlu dilakukan PT PAL mulai dari alat sampai sumber daya manusia (SDM)," ujar dia.
Sementara itu, juru bicara KKIP, Silmy Karim, mengatakan, dalam pengembangan industri pertahanan, perencanaan menjadi hal yang sangat penting. Dalam lokakarya KKIP tersebut, pengguna yaitu TNI, dipertemukan dengan industri pertahanan.
Perencanaan yang baik, lanjut Simly akan berujung pada pengadaan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan. Untuk itu memang dibutuhkan waktu. Ia mencontohkan, saat TNI Angkatan Darat membutuhkan peluru, PT Pindad tidak serta-merta menyediakan. "Butuh bertahun-tahun sebelumnya untuk mempersiapkan infrastruktur dan sumber daya manusia," katanya.
Dalam pemaparannya, PT Dirgantara Indonesia menyajikan potensinya dalam pengadaan senjata bagi TNI/Polri pada tahun 2014-2019. Perusahaan itu bisa bekerjasama menyediakan pesawat angkut CN-295, pesawat tanker multiperan A-330 untuk pengisian bahan bakar di udara, dan A-400M untuk pesawat angkut berat.
PT Dirgantara Indonesia juga telah bekerja sama dengan Airbus untuk membuat helikopter EC-725 guna keperluan SAR dan helikopter anti kapal selam.
Pengembangan strategis lain yang sedang dilakukan PT Dirgantara Indonesia adalah pembuatan pesawat tempur generasi 4.5 yang bekerja sama dengan Korea Selatan.
Sementara itu, PT LEN Industri mengatakan, produk canggih, seperti sistem tempur udara, sistem tempur laut, dan sistem tempur terintegrasi, memiliki teknologi yang multidisiplin, dinamis, dan membutuhkan investasi yang besar. Untuk itu perencanaan yang berkelanjutan sangat dibutuhkan.
(Kompas)
A400M berdampingan dengan C-130 Hercules (photo : UK MoD)
Pengadaan Senjata Harus Menggerakkan Ekonomi
JAKARTA, KOMPAS — Mulai 2014, pengadaan senjata untuk Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia harus bisa menggerakkan ekonomi nasional. Untuk itu, pemerintah membuat kebijakan, 85 persen dari nilai pengadaan harus kembali ke dalam negeri.
Demikian kata Said Didu dari Bagian Perencanaan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), Rabu (2/4), di Jakarta, usai Lokakarya Perencanaan KKIP. Menurut dia, 85 persen dari nilai pengadaan yang kembali ke dalam negeri terdiri dari penggunaan content lokal untuk pengembangan industri pertahanan dan industri manufaktur serta imbal dagang untuk perkembangan ekonomi nasional.
"Kebijakan ini akan berlanjut pada tahun-tahun mendatang,"kata Said. Ia mengatakan selama ini komponen yang menggerakkan ekonomi nasional tidak bisa dihitung. Namun, dengan kebijakan tersebut, pembelian senjata diharapkan bisa menggerakkan ekonomi nasional.
Ketua Tim Pelaksana KKIP Laksamana (Purn) Sumardjono mengakui, ada jurang antara kemampuan industri pertahanan dan kebutuhan TNI dan Polri. Menjadi tugas KKIP untuk mensinkronkan kedua entitas tersebut."Kami tidak akan menurunkan kualitas. Jika industri pertahanan dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan TNI dan Polri, akan dibeli dari luar negeri," kata Sumardjono.
Sumadjono yang mantan Kepala Staf TNI AL ini mengatakan, persyaratan pembelian senjata dari luar negeri adalah adanya transfer teknologi. Namun transfer teknologi membutuhkan persiapan panjang. Ini, misalnya, terjadi dalam pengadaan kapal selam Indonesia dari Korea. Dari tiga kapal selam yang dipesan, kapal ketiga dibangun di PT PAL. "Üntuk itu, kita melakukan inventarisasi persiapan yang perlu dilakukan PT PAL mulai dari alat sampai sumber daya manusia (SDM)," ujar dia.
Sementara itu, juru bicara KKIP, Silmy Karim, mengatakan, dalam pengembangan industri pertahanan, perencanaan menjadi hal yang sangat penting. Dalam lokakarya KKIP tersebut, pengguna yaitu TNI, dipertemukan dengan industri pertahanan.
Perencanaan yang baik, lanjut Simly akan berujung pada pengadaan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan. Untuk itu memang dibutuhkan waktu. Ia mencontohkan, saat TNI Angkatan Darat membutuhkan peluru, PT Pindad tidak serta-merta menyediakan. "Butuh bertahun-tahun sebelumnya untuk mempersiapkan infrastruktur dan sumber daya manusia," katanya.
Dalam pemaparannya, PT Dirgantara Indonesia menyajikan potensinya dalam pengadaan senjata bagi TNI/Polri pada tahun 2014-2019. Perusahaan itu bisa bekerjasama menyediakan pesawat angkut CN-295, pesawat tanker multiperan A-330 untuk pengisian bahan bakar di udara, dan A-400M untuk pesawat angkut berat.
PT Dirgantara Indonesia juga telah bekerja sama dengan Airbus untuk membuat helikopter EC-725 guna keperluan SAR dan helikopter anti kapal selam.
Pengembangan strategis lain yang sedang dilakukan PT Dirgantara Indonesia adalah pembuatan pesawat tempur generasi 4.5 yang bekerja sama dengan Korea Selatan.
Sementara itu, PT LEN Industri mengatakan, produk canggih, seperti sistem tempur udara, sistem tempur laut, dan sistem tempur terintegrasi, memiliki teknologi yang multidisiplin, dinamis, dan membutuhkan investasi yang besar. Untuk itu perencanaan yang berkelanjutan sangat dibutuhkan.
(Kompas)