07 Maret 2017
Pandur II 8x8 dengan kubah turret Cockerill CT-CV 105 (photo : Army Recognition)
Korps Kavaleri TNI AD memiliki panser kanon generasi pertama, Alvis FV601 Saladin yang mengandalkan kanon L5A1 76 mm. Jasa panser lawas ini cukup banyak, termasuk mengamankan ibu kota Jakarta dari amukan massa perusuh Malari 1974.
Hari-hari kejayaan Saladin jelas sudah berlalu. Walaupun sejumlah Saladin pernah menjalani retrofit di Bengpuspalad, Bandung, Jawa /Barat, namun sudah tentu dari segi teknologi dan persenjataan sudah pasti ketinggalan.
Sebagai penggantinya, Kementerian Pertahanan sudah memesan panser kanon Badak 90 mm buatan Pindad. Namun baru-baru ini terbetik kabar bahwa TNI AD juga mengincar panser 8×8 Pandur II buatan Austria, Ceko, atau Portugal.
Ada tiga negara yang disebutkan karena memang ketiga negara tersebut membuat Pandur II di negaranya berdasar lisensi Steyr-Puch Austria. TNI AD sendiri memesan Pandur II dari Excalibur Army yang merupakan agen pemasaran General Dynamics Land Systems.
Dari 4 unit Pandur II yang dipinang TNI AD, dua unit dikabarkan merupakan panser kanon kaliber 105 mm NATO dan sisanya menggunakan kanon 30mm.
Pandur II didesain selayaknya kendaraan tempur 8×8 pada umumnya, dengan hull terbuat dari baja dengan proteksi dasar berupa kemampuan untuk menahan hantaman proyektil 7,62 mm NATO.
Desain hull milik Pandur II memiliki siluet yang ramping dan ketinggian yang rendah. Untuk dapat diangkut oleh pesawat sekelas C-130 Hercules, seluruh sistem senjata dan add on armor Pandur II harus dilepas terlebih dahulu. Jika tidak, jangan harap varian 105mm Pandur II bisa dibawa oleh Herky.
Pandur II sendiri menggunakan mesin diesel Cummins ISC350 yang menyemburkan daya sebesar 285 tenaga kuda. Mesin ini dikawinkan dengan sistem transmisi ZF 6HP 602C dengan transfer box dua langkah.
Mesin tersebut didesain sudah dalam power pack bersama sistem transmisi sehingga dapat diganti dalam waktu hanya 30 menit.
Suspensi pada Pandur II didesain independen untuk dapat memberikan kenyamanan maksimal bagi penumpangnya. Dua sumbu terdepan dapat dibelokkan dan ditambah dengan sistem auxiliary control brake yang memperlambat putaran roda di sisi dalam ketika berbelok. Sistem ini juga dapat memperkecil radius putaran kendaraann untuk bermanuver di jalanan sempit.
Sejatinya, Pandur II varian kanon 105 mm dikawinkan dengan kubah OTO Melara HITFACT 105 mm bagi kebutuhan AD Portugal. Siapa nyana, ternyata terjadi masalah dengan kemampuan mitigasi recoil dari hull. Akhirnya Portugal tidak jadi mengakuisisi varian kanon Pandur II.
Pilihan berikutnya untuk integrasi kubah dijatuhkan kepada CMI Defence, Belgia dengan produknya CT-CV 105. Kubah ini juga sudah dipilih untuk proyek medium tank PT. Pindad-FNSS sehingga seharusnya tidak menjadi masalah apabila nantinya Pandur II versi kanon akan diakuisisi dalam jumlah besar.
Menurut sumber Angkasa, ranpur kanon Pandur II sudah dipastikan akan mengusung kubah CT-CV dengan kanon 105mm beralur (rifled).
Untuk konfigurasi kubahnya, CMI memutuskan menggunakan dua awak saja, plus sistem autoloader untuk CT-CV 105 sehingga beban awak bisa berkurang.
Meriamnya menggunakan ulir dan sudah mengikuti standarisasi NATO, sehingga mampu melontarkan seluruh munisi 105mm NATO. Sistem kubahnya sendiri dibuat secara modular, dengan kemampuan standar proteksi NATO 4569 STANAG 3 (7,62x51mm AP, 150 meter).
Ada opsi applique plate yang dapat dipasang sesuai kebutuhan untuk meningkatkan proteksinya sampai ke level STANAG 4 dan bahkan ke STANAG 5 (25mm NATO AP) sehingga mampu bertahan dari serangan kendaraan tempur dengan kanon tembak cepat.
Kanon Cockerill 105HP (High Pressure) pada kubah CT-CV memiliki tahanan tekanan maksimal sebesar 120% dari yang dimiliki oleh meriam L7 standar. Artinya, CT-CV 105HP dapat digunakan untuk melontarkan munisi yang menghasilkan tekanan lebih besar (dengan mesiu khusus), untuk menghasilkan kecepatan luncur proyektil yang lebih besar pula.
Kecepatan yang lebih besar akan bermanfaat untuk meningkatkan daya penetrasi, khususnya pada munisi APFSDS. Efeknya tentu saja adalah performa munisi 105 mm yang mendekati kinerja munisi 120 mm generasi awal.
Excalibur Army sendiri kabarnya sudah menggandeng PT. Pindad untuk skema joint production apabila TNI AD menyatakan puas terhadap performanya dan akan melanjutkan pembelian.
Sejumlah opsi seperti pembuatan dalam bentuk assembly CKD kit sampai dengan full assembly atau pembuatan penuh di PT. Pindad bisa saja dilakukan. Syaratnya, jumlah yang dibeli memenuhi kriteria dan jumlah minimum. Kita tunggu saja perkembangannya.
(Angkasa)
Pandur II 8x8 dengan kubah turret Cockerill CT-CV 105 (photo : Army Recognition)
Korps Kavaleri TNI AD memiliki panser kanon generasi pertama, Alvis FV601 Saladin yang mengandalkan kanon L5A1 76 mm. Jasa panser lawas ini cukup banyak, termasuk mengamankan ibu kota Jakarta dari amukan massa perusuh Malari 1974.
Hari-hari kejayaan Saladin jelas sudah berlalu. Walaupun sejumlah Saladin pernah menjalani retrofit di Bengpuspalad, Bandung, Jawa /Barat, namun sudah tentu dari segi teknologi dan persenjataan sudah pasti ketinggalan.
Sebagai penggantinya, Kementerian Pertahanan sudah memesan panser kanon Badak 90 mm buatan Pindad. Namun baru-baru ini terbetik kabar bahwa TNI AD juga mengincar panser 8×8 Pandur II buatan Austria, Ceko, atau Portugal.
Ada tiga negara yang disebutkan karena memang ketiga negara tersebut membuat Pandur II di negaranya berdasar lisensi Steyr-Puch Austria. TNI AD sendiri memesan Pandur II dari Excalibur Army yang merupakan agen pemasaran General Dynamics Land Systems.
Dari 4 unit Pandur II yang dipinang TNI AD, dua unit dikabarkan merupakan panser kanon kaliber 105 mm NATO dan sisanya menggunakan kanon 30mm.
Pandur II didesain selayaknya kendaraan tempur 8×8 pada umumnya, dengan hull terbuat dari baja dengan proteksi dasar berupa kemampuan untuk menahan hantaman proyektil 7,62 mm NATO.
Desain hull milik Pandur II memiliki siluet yang ramping dan ketinggian yang rendah. Untuk dapat diangkut oleh pesawat sekelas C-130 Hercules, seluruh sistem senjata dan add on armor Pandur II harus dilepas terlebih dahulu. Jika tidak, jangan harap varian 105mm Pandur II bisa dibawa oleh Herky.
Pandur II sendiri menggunakan mesin diesel Cummins ISC350 yang menyemburkan daya sebesar 285 tenaga kuda. Mesin ini dikawinkan dengan sistem transmisi ZF 6HP 602C dengan transfer box dua langkah.
Mesin tersebut didesain sudah dalam power pack bersama sistem transmisi sehingga dapat diganti dalam waktu hanya 30 menit.
Suspensi pada Pandur II didesain independen untuk dapat memberikan kenyamanan maksimal bagi penumpangnya. Dua sumbu terdepan dapat dibelokkan dan ditambah dengan sistem auxiliary control brake yang memperlambat putaran roda di sisi dalam ketika berbelok. Sistem ini juga dapat memperkecil radius putaran kendaraann untuk bermanuver di jalanan sempit.
Sejatinya, Pandur II varian kanon 105 mm dikawinkan dengan kubah OTO Melara HITFACT 105 mm bagi kebutuhan AD Portugal. Siapa nyana, ternyata terjadi masalah dengan kemampuan mitigasi recoil dari hull. Akhirnya Portugal tidak jadi mengakuisisi varian kanon Pandur II.
Pilihan berikutnya untuk integrasi kubah dijatuhkan kepada CMI Defence, Belgia dengan produknya CT-CV 105. Kubah ini juga sudah dipilih untuk proyek medium tank PT. Pindad-FNSS sehingga seharusnya tidak menjadi masalah apabila nantinya Pandur II versi kanon akan diakuisisi dalam jumlah besar.
Menurut sumber Angkasa, ranpur kanon Pandur II sudah dipastikan akan mengusung kubah CT-CV dengan kanon 105mm beralur (rifled).
Untuk konfigurasi kubahnya, CMI memutuskan menggunakan dua awak saja, plus sistem autoloader untuk CT-CV 105 sehingga beban awak bisa berkurang.
Meriamnya menggunakan ulir dan sudah mengikuti standarisasi NATO, sehingga mampu melontarkan seluruh munisi 105mm NATO. Sistem kubahnya sendiri dibuat secara modular, dengan kemampuan standar proteksi NATO 4569 STANAG 3 (7,62x51mm AP, 150 meter).
Ada opsi applique plate yang dapat dipasang sesuai kebutuhan untuk meningkatkan proteksinya sampai ke level STANAG 4 dan bahkan ke STANAG 5 (25mm NATO AP) sehingga mampu bertahan dari serangan kendaraan tempur dengan kanon tembak cepat.
Kanon Cockerill 105HP (High Pressure) pada kubah CT-CV memiliki tahanan tekanan maksimal sebesar 120% dari yang dimiliki oleh meriam L7 standar. Artinya, CT-CV 105HP dapat digunakan untuk melontarkan munisi yang menghasilkan tekanan lebih besar (dengan mesiu khusus), untuk menghasilkan kecepatan luncur proyektil yang lebih besar pula.
Kecepatan yang lebih besar akan bermanfaat untuk meningkatkan daya penetrasi, khususnya pada munisi APFSDS. Efeknya tentu saja adalah performa munisi 105 mm yang mendekati kinerja munisi 120 mm generasi awal.
Excalibur Army sendiri kabarnya sudah menggandeng PT. Pindad untuk skema joint production apabila TNI AD menyatakan puas terhadap performanya dan akan melanjutkan pembelian.
Sejumlah opsi seperti pembuatan dalam bentuk assembly CKD kit sampai dengan full assembly atau pembuatan penuh di PT. Pindad bisa saja dilakukan. Syaratnya, jumlah yang dibeli memenuhi kriteria dan jumlah minimum. Kita tunggu saja perkembangannya.
(Angkasa)