25 Februari 2017
Helikopter tempur EC 725 Cougar buatan PT Dirgantara Indonesia, Bandung, Jawa Barat, yang sudah lengkap dan siap diterbangkan (photo : Kompas)
Jangan Batalkan Pembelian dari PT DI
BANDUNG, KOMPAS -- Polemik pembelian helikopter Agusta Westland 101 diharapkan tak membuat pemerintah membatalkan kontrak pembelian 16 helikopter EC 725 Cougar buatan PT Dirgantara Indonesia. Pembatalan akan merugikan dan mencoreng nama baik PT DI di dunia industri penerbangan internasional.
Permintaan ini mengemuka dalam kunjungan Tim Komite Kebijakan Industri Penerbangan (KKIP) ke PT DI di Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (22/2). Kunjungan tim KKIP itu ingin meninjau secara langsung kemampuan PT DI memproduksi EC 725 Cougar.
"Jangan sampai karena polemik AW101 ini mengganggu proses bisnis PT DI. PT DI sudah belanja untuk produksi hingga pemeliharaan, jangan sampai dibuat rugi," kata Ketua Pelaksana KKIP Laksamana (Purn) Sumardjono.
Sebelumnya, pemerintah dan PT DI menyepakati pembelian 16 helikopter EC 725 Cougar. Dua unit sudah dikirim 25 November 2016. Empat unit lainnya sudah rampung meski belum ada keputusan kapan pengiriman akan dilakukan. Sementara 10 unit lagi masih dalam proses pembuatan.
Sumardjono berpendapat, heli EC 725 Cougar buatan PT DI sebenarnya punya kemampuan setara dengan AgustaWesland 101 (AW 101). Dengan demikian, apabila spesifikasi di antara kedua heli itu tidak terlalu jauh, sebaiknya TNI AU tidak membeli AW 101. "Kita perlu mendukung dan mengembangkan industri pertahanan dalam negeri," ujar Sumardjono.
Kepala Bidang Transfer of Technology & Ofset KKIP Rachmad Lubis juga mengingatkan Kementerian Pertahanan bahwa pembelian 16 helikopter EC 725 Cougar itu sesuai dengan rencana strategis pertahanan.
Helikopter AW 101 TNI AU (photo : cliphistory)
EC 725 Cougar merupakan helikopter kapasitas dua mesin yang mampu mengangkut beban hingga 11 ton dengan kemampuan jelajah jarak jauh. Heli ini memiliki kapasitas ruang yang mampu mengakomodasi berbagai pengaturan tempat duduk hingga 29 anggota pasukan ditambah 2 orang sebagai pilot dan kopilot.
Kepala Divisi Rekayasa Manufaktur Direktorat Produksi PT DI Mukhamad Robiawan mengemukakan, EC 725 Cougar unggul dibandingkan AW101 dalam beberapa spesifikasi. Dalam hal pendaratan darurat di perairan, sistem pelampung Cougar dapat mengembang sebelum heli mendarat di air. Berbeda dengan AW 101 yang sistem pelampungnya baru akan terbuka setelah badan heli menghantam air.
"Selain itu, untuk kedap suara di dalam kabin, Cougar relatif lebih bagus," lanjut Robiawan.
Sebelumnya, Direktur Niaga dan Restrukturisasi PT DI Budiman Saleh mengemukakan, harga jual EC 725 Cougar sekitar 30 juta euro atau lebih kurang Rp 420 miliar. Harga tersebut relatif lebih murah dibandingkan heli AW 101 yang diperkirakan seharga 55 juta dollar AS atau Rp 761 miliar (Kompas, 28/12/2016).
Sementara itu, Direktur Teknologi dan Pengembangan PT DI Andi Alisjahbana menyebutkan, apabila PT DI diminta untuk memproduksi helikopter AW 101, hal itu memerlukan investasi besar, mulai dari sarana produksi hingga kemampuan dasar manusia.
(Kompas)
Helikopter tempur EC 725 Cougar buatan PT Dirgantara Indonesia, Bandung, Jawa Barat, yang sudah lengkap dan siap diterbangkan (photo : Kompas)
Jangan Batalkan Pembelian dari PT DI
BANDUNG, KOMPAS -- Polemik pembelian helikopter Agusta Westland 101 diharapkan tak membuat pemerintah membatalkan kontrak pembelian 16 helikopter EC 725 Cougar buatan PT Dirgantara Indonesia. Pembatalan akan merugikan dan mencoreng nama baik PT DI di dunia industri penerbangan internasional.
Permintaan ini mengemuka dalam kunjungan Tim Komite Kebijakan Industri Penerbangan (KKIP) ke PT DI di Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (22/2). Kunjungan tim KKIP itu ingin meninjau secara langsung kemampuan PT DI memproduksi EC 725 Cougar.
"Jangan sampai karena polemik AW101 ini mengganggu proses bisnis PT DI. PT DI sudah belanja untuk produksi hingga pemeliharaan, jangan sampai dibuat rugi," kata Ketua Pelaksana KKIP Laksamana (Purn) Sumardjono.
Sebelumnya, pemerintah dan PT DI menyepakati pembelian 16 helikopter EC 725 Cougar. Dua unit sudah dikirim 25 November 2016. Empat unit lainnya sudah rampung meski belum ada keputusan kapan pengiriman akan dilakukan. Sementara 10 unit lagi masih dalam proses pembuatan.
Sumardjono berpendapat, heli EC 725 Cougar buatan PT DI sebenarnya punya kemampuan setara dengan AgustaWesland 101 (AW 101). Dengan demikian, apabila spesifikasi di antara kedua heli itu tidak terlalu jauh, sebaiknya TNI AU tidak membeli AW 101. "Kita perlu mendukung dan mengembangkan industri pertahanan dalam negeri," ujar Sumardjono.
Kepala Bidang Transfer of Technology & Ofset KKIP Rachmad Lubis juga mengingatkan Kementerian Pertahanan bahwa pembelian 16 helikopter EC 725 Cougar itu sesuai dengan rencana strategis pertahanan.
Helikopter AW 101 TNI AU (photo : cliphistory)
EC 725 Cougar merupakan helikopter kapasitas dua mesin yang mampu mengangkut beban hingga 11 ton dengan kemampuan jelajah jarak jauh. Heli ini memiliki kapasitas ruang yang mampu mengakomodasi berbagai pengaturan tempat duduk hingga 29 anggota pasukan ditambah 2 orang sebagai pilot dan kopilot.
Kepala Divisi Rekayasa Manufaktur Direktorat Produksi PT DI Mukhamad Robiawan mengemukakan, EC 725 Cougar unggul dibandingkan AW101 dalam beberapa spesifikasi. Dalam hal pendaratan darurat di perairan, sistem pelampung Cougar dapat mengembang sebelum heli mendarat di air. Berbeda dengan AW 101 yang sistem pelampungnya baru akan terbuka setelah badan heli menghantam air.
"Selain itu, untuk kedap suara di dalam kabin, Cougar relatif lebih bagus," lanjut Robiawan.
Sebelumnya, Direktur Niaga dan Restrukturisasi PT DI Budiman Saleh mengemukakan, harga jual EC 725 Cougar sekitar 30 juta euro atau lebih kurang Rp 420 miliar. Harga tersebut relatif lebih murah dibandingkan heli AW 101 yang diperkirakan seharga 55 juta dollar AS atau Rp 761 miliar (Kompas, 28/12/2016).
Sementara itu, Direktur Teknologi dan Pengembangan PT DI Andi Alisjahbana menyebutkan, apabila PT DI diminta untuk memproduksi helikopter AW 101, hal itu memerlukan investasi besar, mulai dari sarana produksi hingga kemampuan dasar manusia.
(Kompas)