18 Oktober 2016
Kawasaki C-2 pesawat angkut dengan payload 32 ton (photo : Richard Vandervord)
TOKYO, KOMPAS.com - Dulu, penampilan wakil-wakil industri dengan delegasi militer dari dalam dan luar negeri bisa memicu debat panjang di Jepang.
Namun, sekarang publik Jepang mulai terbiasa. Jepang ingin mendongkrak industri militernya.
Pameran Dirgantara Japan Aerospace 2016 di Tokyo kali ini tampak agak lain, seperti dilaporkan Deutche Welle.
Delegasi militer dari berbagai negara, baik berseragam resmi maupun dengan pakaian sipil, tampak lalu lalang.
Di anjungan Shinmaywa Industries, beberapa pejabat militer Indonesia ingin informasi rinci tentang pesawat amfibi yang dikembangkan perusahaan itu.
Di sudut lain, para perwira militer Arab Saudi mempelajari brosur pesawat patroli militer yang di anjungan Kawasaki Heavy Industries.
"Orang Indonesia sangat tertarik dengan pesawat kami," kata seorang salesman Shinmaywa yang tidak ingin disebut namanya.
Sementara itu seorang rekannya dari Shinmaywa juga terlibat pembicaraan serius dengan enam pejabat militer dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara (AU) tentang spesifikasi pesawat amfibi US-2.
Pesawat penyelamat amfibi US-2 memang sedang dipromosikan pemerintah Jepang untuk dijual ke luar negeri.
Tahun 2014, Perdana Menteri Shinzo Abe mencabut larangan penjualan senjata ke luar negeri.
Pesawat patroli maritim P-1 (photo : defesabrasil)
Japan Aeropace di Tokyo adalah pameran kedirgantaraan besar pertama yang digelar Jepang sejak Abe berkuasa.
Ada sekitar 800 perusahaan yang menampilkan produk unggulannya, disaksikan oleh banyak delegasi militer dari luar negeri.
"Kami tadi dikunjungi delegasi militer lain juga, selain militer Saudi," kata seorang salesman Kawasaki, yang juga menolak disebut namanya.
"Pengunjung pameran ini sebagian besar masih warga sipil, tapi sudah lebih banyak delegasi militer dibanding empat tahun yang lalu," ujarnya.
Dengan mengakhiri tujuh dekade isolasi industri militer dari pasar internasional, Shinzo Abe sekarang berharap bisa memperluas produksi senjata dengan biaya yang lebih rendah dan bekerjasama dengan negara-negara lain dalam mengembangkan teknologi militer.
Ketertarikan Indonesia bisa membuka peluang bagi perusahaan-perusahaan Jepang merambah pasar internasional. Tapi sejauh ini, Indonesia masih bersikap tertutup.
"Kami melihat-lihat semua anjungan," kata seorang jenderal anggota delegasi Indonesia.
Sampai sekarang, rakyat Jepang tetap peka menanggapi isu militer. Gejala militerisme dianggap sebagai salah satu hal utama yang ikut menghancurkan Jepang selama Perang Dunia Ke-II.
Kawasaki, yang lebih dikenal sebagai produsen motor, punya model pesawat transportasi C-2 untuk mengakut peralatan militer berat.
Pesawat amfibi Shinmaywa US-2 (photo : arcforums)
Selain itu ada juga pesawat ptroli dan pemburu P-1. Selama ini, pembelinya adalajh militer Jepang sendiri. Tapi pemerintah Jepang percaya, kedua produk ini mampu bersaing di pasar dunia.
"Delegasi militer luar negeri kebanyakan tertarik pada C-2, dan mereka ingin tahu berapa harganya," kata salesman Kawasaki.
Fuji Heavy Industries, yang lebih dikenal dengan mobil Subarunya, juga membuat helikopter militer. Di Japan Aerospace 2016 mereka menunjukkan model helikopter transportasi terbaru UH-X, dan jet pengintai tanpa awak yang masih dalam tahap percobaan. Kedua alat ini sudah dipesan militer Jepang.
"Kami tidak ingin produk-produk militer merusak citra merek utama kami, Subaru. Tapi sejak ada perubahan aturan ekspor, memang banyak hal berubah" kata seorang pejabat Fuji Heavy Industries. "Sekarng delegasi militer asing juga datang ke sin," tambahnya.
Perusahaan lain yang menghindari iklan untuk produk-produk militer adalah AC Daikin Industries, yang memproduksi peluncur granat.
Ada juga perusahaan Komatsu Ltd yang membuat kendaraan militer lapis baja, selain excavator dan truk.
Karena puluhan tahun terisolasi dari pasar internasional, industri militer Jepang masih terdiri dari ratusan perusahaan kecil, berbeda dengan produsen-produsen militer barat yang sudah lama melakukan fusi untuk bisa bersaing sebagai perusahaan besar.
(Kompas)
Kawasaki C-2 pesawat angkut dengan payload 32 ton (photo : Richard Vandervord)
TOKYO, KOMPAS.com - Dulu, penampilan wakil-wakil industri dengan delegasi militer dari dalam dan luar negeri bisa memicu debat panjang di Jepang.
Namun, sekarang publik Jepang mulai terbiasa. Jepang ingin mendongkrak industri militernya.
Pameran Dirgantara Japan Aerospace 2016 di Tokyo kali ini tampak agak lain, seperti dilaporkan Deutche Welle.
Delegasi militer dari berbagai negara, baik berseragam resmi maupun dengan pakaian sipil, tampak lalu lalang.
Di anjungan Shinmaywa Industries, beberapa pejabat militer Indonesia ingin informasi rinci tentang pesawat amfibi yang dikembangkan perusahaan itu.
Di sudut lain, para perwira militer Arab Saudi mempelajari brosur pesawat patroli militer yang di anjungan Kawasaki Heavy Industries.
"Orang Indonesia sangat tertarik dengan pesawat kami," kata seorang salesman Shinmaywa yang tidak ingin disebut namanya.
Sementara itu seorang rekannya dari Shinmaywa juga terlibat pembicaraan serius dengan enam pejabat militer dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara (AU) tentang spesifikasi pesawat amfibi US-2.
Pesawat penyelamat amfibi US-2 memang sedang dipromosikan pemerintah Jepang untuk dijual ke luar negeri.
Tahun 2014, Perdana Menteri Shinzo Abe mencabut larangan penjualan senjata ke luar negeri.
Pesawat patroli maritim P-1 (photo : defesabrasil)
Japan Aeropace di Tokyo adalah pameran kedirgantaraan besar pertama yang digelar Jepang sejak Abe berkuasa.
Ada sekitar 800 perusahaan yang menampilkan produk unggulannya, disaksikan oleh banyak delegasi militer dari luar negeri.
"Kami tadi dikunjungi delegasi militer lain juga, selain militer Saudi," kata seorang salesman Kawasaki, yang juga menolak disebut namanya.
"Pengunjung pameran ini sebagian besar masih warga sipil, tapi sudah lebih banyak delegasi militer dibanding empat tahun yang lalu," ujarnya.
Dengan mengakhiri tujuh dekade isolasi industri militer dari pasar internasional, Shinzo Abe sekarang berharap bisa memperluas produksi senjata dengan biaya yang lebih rendah dan bekerjasama dengan negara-negara lain dalam mengembangkan teknologi militer.
Ketertarikan Indonesia bisa membuka peluang bagi perusahaan-perusahaan Jepang merambah pasar internasional. Tapi sejauh ini, Indonesia masih bersikap tertutup.
"Kami melihat-lihat semua anjungan," kata seorang jenderal anggota delegasi Indonesia.
Sampai sekarang, rakyat Jepang tetap peka menanggapi isu militer. Gejala militerisme dianggap sebagai salah satu hal utama yang ikut menghancurkan Jepang selama Perang Dunia Ke-II.
Kawasaki, yang lebih dikenal sebagai produsen motor, punya model pesawat transportasi C-2 untuk mengakut peralatan militer berat.
Pesawat amfibi Shinmaywa US-2 (photo : arcforums)
Selain itu ada juga pesawat ptroli dan pemburu P-1. Selama ini, pembelinya adalajh militer Jepang sendiri. Tapi pemerintah Jepang percaya, kedua produk ini mampu bersaing di pasar dunia.
"Delegasi militer luar negeri kebanyakan tertarik pada C-2, dan mereka ingin tahu berapa harganya," kata salesman Kawasaki.
Fuji Heavy Industries, yang lebih dikenal dengan mobil Subarunya, juga membuat helikopter militer. Di Japan Aerospace 2016 mereka menunjukkan model helikopter transportasi terbaru UH-X, dan jet pengintai tanpa awak yang masih dalam tahap percobaan. Kedua alat ini sudah dipesan militer Jepang.
"Kami tidak ingin produk-produk militer merusak citra merek utama kami, Subaru. Tapi sejak ada perubahan aturan ekspor, memang banyak hal berubah" kata seorang pejabat Fuji Heavy Industries. "Sekarng delegasi militer asing juga datang ke sin," tambahnya.
Perusahaan lain yang menghindari iklan untuk produk-produk militer adalah AC Daikin Industries, yang memproduksi peluncur granat.
Ada juga perusahaan Komatsu Ltd yang membuat kendaraan militer lapis baja, selain excavator dan truk.
Karena puluhan tahun terisolasi dari pasar internasional, industri militer Jepang masih terdiri dari ratusan perusahaan kecil, berbeda dengan produsen-produsen militer barat yang sudah lama melakukan fusi untuk bisa bersaing sebagai perusahaan besar.
(Kompas)