20 Agustus 2016
Eurofighter Typhoon (photo : Fransesco Tosato)
Perusahaan bidang pertahanan, keamanan, dan ruang angkasa asal Inggris, BAE Systems, membuka peluang sebesar-besarnya bagi upaya kerja sama dan transfer teknologi dengan Indonesia. BAE Systems siap membantu Pemerintah Indonesia meningkatkan kemampuan industri pertahanan stastegis dalam negeri dan berbagai sektor terkait lainnya.
Kepala Komunikasi BAE Systems Asia, Simon Astley, mengatakan hal tersebut saat berkunjung ke kantor redaksi Angkasa di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Jumat siang (19/06/2016). Dalam kunjungan itu ia didampingi Diektur Regional BAE Systems Indonesia Michael Salkeld dan Pengembangan Bisnis Yunita Kresnawati.
Simon menjabarkan, sebagai sebuah negara yang besar dengan berbagai potensi yang dimiliki, Indonesia dapat meningkatkan kemampuan industri pertahanan strategisnya. Produk-produk alutsista untuk TNI nantinya dapat dibuat di dalam negeri dan Indonesia tidak harus membelinya lagi dari luar. “Tentu untuk tahap awal harus ada kerja sama terlebih dahulu dimana di dalamnya ada proses transfer teknologi dari negara pembuat alutsista,” jelas Simon Astley.
Kerja sama industri strategis yang menumbuhkan industri lokal, lanjutnya, mampu meningkatkan pendapatan negara dengan nilai yang cukup besar. Ia mencontohkan, kemitraan BAE Systems dengan Arab Saudi memberikan kontribusi 9,3 miliar riyal pada tahun 2014. “Setiap 10 pekerjaan baru yang dibuat oleh BAE Systems bersama partner di Arab Saudi, mendukung 46 pekerjaan lainnya,” jabar Astley.
Indonesia sendiri, di mata Bagi BAE Systems, bukanlah teman baru. Kerja sama pihak pabrikan dengan Indonesia sudah terjalin sejak lama, misalnya sejak TNI Angkatan Udara menggunakan pesawat tempur Hawk Mk.53 maupun Hawk 100/200 era 1980 dan 1990-an. Kemudian TNI Angkatan Laut sejak 2014 mengoperasikan tiga kapal fregat ringan multiperan (MRLF) KRI Bung Tomo -class buatan BAE System Maritime – Naval Ships.
Helmet mounted display (HMD) Striker II (photo : BAE Systems)
Michael Salked memaparkan, dengan PT Dirgantara Indonesia BAE Systems terlibat dalam beberapa proyek sebagai subkontraktor perusahaan Airbus. “Kami tidak mengerjakan pembuatan rangka pesawat, tapi lebih kepada bidang avionika maupun sistem pendukung pesawat,” ujarnya. Reputasi BAE Systems di dunia terbilang bagus dan terpercaya, oleh karenanya perusahaan ini juga memenangkan tender peningkatan kemampuan (upgrade) pesawat tempur F-16 Fighting Falcon buatan Lockheed Martin di sejumlah negara pemakai.
Dalam hal kaitan dengan pesawat tempur Eurofighter Typhoon yang ditawarkan kepada Indonesia, BAE Systems terlibat misalnya dalam pembuatan helmet mounted display (HMD) Striker II. Helm digital ini sangat medukung kerja pilot mulai dari sisi kenyamanan pemakaian hingga fungsi penggunaannya dalam pertempuran. “Kami termasuk menawarkan transfer teknologi HMD ini kepada Indonesia bila Indonesia membeli Typhoon,” ungkapnya.
Proyek lain yang dikerjakan oleh BAE Systems di Indonesia meliputi kerja sama dengan PT Pindad dalam hal pembuatan perangkat lunak dan perangkat keras untuk Divisi Keamanan Siber (Cyber Security Division). Demikian juga kerja sama lain dengan PT LEN, PT PAL, dan lainnya.
BAE Systems di seluruh dunia memiliki karyawan sebanyak 83.400 orang. Pasar utama BAE Systems (International) Limited yang merupakan gabungan perusahaan-perusahaan besar terdahulu, saat ini tedapat di Inggris, Amerika, Australia, India, dan Arab Saudi. Negara-negara di kawasan Asia Tenggara menjadi target pasar terkininya. BAE Systems Asia berkantor pusat di Kuala Lumpur, Malaysia dengan ditopang oleh 350 staf.
“Kami akan hadir nanti dalam penyelenggaraan Indo Defence 2016 bulan November di Jakarta. BAE Systems terbuka untuk melakukan kerja sama. Kami juga akan tampilkan produk-produk yang kami tawarkan,” tutup Astley.
(Angkasa)
Eurofighter Typhoon (photo : Fransesco Tosato)
Perusahaan bidang pertahanan, keamanan, dan ruang angkasa asal Inggris, BAE Systems, membuka peluang sebesar-besarnya bagi upaya kerja sama dan transfer teknologi dengan Indonesia. BAE Systems siap membantu Pemerintah Indonesia meningkatkan kemampuan industri pertahanan stastegis dalam negeri dan berbagai sektor terkait lainnya.
Kepala Komunikasi BAE Systems Asia, Simon Astley, mengatakan hal tersebut saat berkunjung ke kantor redaksi Angkasa di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Jumat siang (19/06/2016). Dalam kunjungan itu ia didampingi Diektur Regional BAE Systems Indonesia Michael Salkeld dan Pengembangan Bisnis Yunita Kresnawati.
Simon menjabarkan, sebagai sebuah negara yang besar dengan berbagai potensi yang dimiliki, Indonesia dapat meningkatkan kemampuan industri pertahanan strategisnya. Produk-produk alutsista untuk TNI nantinya dapat dibuat di dalam negeri dan Indonesia tidak harus membelinya lagi dari luar. “Tentu untuk tahap awal harus ada kerja sama terlebih dahulu dimana di dalamnya ada proses transfer teknologi dari negara pembuat alutsista,” jelas Simon Astley.
Kerja sama industri strategis yang menumbuhkan industri lokal, lanjutnya, mampu meningkatkan pendapatan negara dengan nilai yang cukup besar. Ia mencontohkan, kemitraan BAE Systems dengan Arab Saudi memberikan kontribusi 9,3 miliar riyal pada tahun 2014. “Setiap 10 pekerjaan baru yang dibuat oleh BAE Systems bersama partner di Arab Saudi, mendukung 46 pekerjaan lainnya,” jabar Astley.
Indonesia sendiri, di mata Bagi BAE Systems, bukanlah teman baru. Kerja sama pihak pabrikan dengan Indonesia sudah terjalin sejak lama, misalnya sejak TNI Angkatan Udara menggunakan pesawat tempur Hawk Mk.53 maupun Hawk 100/200 era 1980 dan 1990-an. Kemudian TNI Angkatan Laut sejak 2014 mengoperasikan tiga kapal fregat ringan multiperan (MRLF) KRI Bung Tomo -class buatan BAE System Maritime – Naval Ships.
Helmet mounted display (HMD) Striker II (photo : BAE Systems)
Michael Salked memaparkan, dengan PT Dirgantara Indonesia BAE Systems terlibat dalam beberapa proyek sebagai subkontraktor perusahaan Airbus. “Kami tidak mengerjakan pembuatan rangka pesawat, tapi lebih kepada bidang avionika maupun sistem pendukung pesawat,” ujarnya. Reputasi BAE Systems di dunia terbilang bagus dan terpercaya, oleh karenanya perusahaan ini juga memenangkan tender peningkatan kemampuan (upgrade) pesawat tempur F-16 Fighting Falcon buatan Lockheed Martin di sejumlah negara pemakai.
Dalam hal kaitan dengan pesawat tempur Eurofighter Typhoon yang ditawarkan kepada Indonesia, BAE Systems terlibat misalnya dalam pembuatan helmet mounted display (HMD) Striker II. Helm digital ini sangat medukung kerja pilot mulai dari sisi kenyamanan pemakaian hingga fungsi penggunaannya dalam pertempuran. “Kami termasuk menawarkan transfer teknologi HMD ini kepada Indonesia bila Indonesia membeli Typhoon,” ungkapnya.
Proyek lain yang dikerjakan oleh BAE Systems di Indonesia meliputi kerja sama dengan PT Pindad dalam hal pembuatan perangkat lunak dan perangkat keras untuk Divisi Keamanan Siber (Cyber Security Division). Demikian juga kerja sama lain dengan PT LEN, PT PAL, dan lainnya.
BAE Systems di seluruh dunia memiliki karyawan sebanyak 83.400 orang. Pasar utama BAE Systems (International) Limited yang merupakan gabungan perusahaan-perusahaan besar terdahulu, saat ini tedapat di Inggris, Amerika, Australia, India, dan Arab Saudi. Negara-negara di kawasan Asia Tenggara menjadi target pasar terkininya. BAE Systems Asia berkantor pusat di Kuala Lumpur, Malaysia dengan ditopang oleh 350 staf.
“Kami akan hadir nanti dalam penyelenggaraan Indo Defence 2016 bulan November di Jakarta. BAE Systems terbuka untuk melakukan kerja sama. Kami juga akan tampilkan produk-produk yang kami tawarkan,” tutup Astley.
(Angkasa)