10 Agustus 2016
Kondisi terakhir LST ke-2 yang dibuat oleh PT DKB (photo : ARC)
Begini Kondisi LST ke-2 Buatan PT. DKB
Miris dan mengenaskan. Itulah yang ada dibenak ARCinc, saat melihat langsung kondisi LST nomor 2 yang dibuat oleh PT.Dok Kodja Bahari (DKB). Bentuk dan megahnya LST itu sudah terbentuk, namun tampak dibiarkan tanpa pemeliharaan memadai. Tak tampak pula pekerja yang sedang sibuk membangun kapal pengangkut MBT Leopard ini,
AT-2 ini nantinya akan memakai nomor lambung KRI 519 (photo : ARC)
Sejatinya, LST ini merupakan saudari dari KRI Bintuni 520 yang sudah berlayar. KRI Bintuni sendiri merupakan buatan galangan kapal swasta yaitu PT. Daya Radar Utama.
AT-1 KRI 518 yang sempat sea trial (photo : Anas Nurhafidz)
Desain LST kelas Bintuni sendiri merupakan milik PT. DKB, namun ironisnya LST yang dibuat oleh PT. DKB, malah belum beroperasi sama sekali. LST dengan nomor lambung 518 bahkan baru menjalani sea trial, sementara LST AT nomor 2 (yang nantinya bernomor lambung 519) masih teronggok di galangan.
AT-3 KRI Teluk Bintuni 520 (photo : frans tedjakusuma)
Padahal kontrak pengadaan LST ini sendiri dilakukan pada tahun 2012 lalu, dan PT. DKB seharusnya menyelesaikan pesanan pada tahun 2014. Namun demikian, hingga 2 tahun kemudian, kedua kapal masih belum diserahkan ke pemesannya, yaitu Kementrian Pertahanan atau TNI-AL.
First steel cutting LST ke-4/AT-4 di PT Daya Radar Utama (photo : TNI AL)
Belum jelas apa yang menyebabkan LST ini mangkrak dan sedemikian lamban penyelesaiannya. Gosip yang beredar menyebutkan PT.DKB mengalami kesulitan keuangan, bahkan nyaris bangkrut. Jika sudah begini, maka jangan salahkan Pemerintah jika tak lagi mempercayai BUMN sebagai penyedia Alutsista. Dan itu dibuktikan dengan menyerahkan kontrak LST ke-4 kepada PT. Daya Radar Utama.
(ARC)
Kondisi terakhir LST ke-2 yang dibuat oleh PT DKB (photo : ARC)
Begini Kondisi LST ke-2 Buatan PT. DKB
Miris dan mengenaskan. Itulah yang ada dibenak ARCinc, saat melihat langsung kondisi LST nomor 2 yang dibuat oleh PT.Dok Kodja Bahari (DKB). Bentuk dan megahnya LST itu sudah terbentuk, namun tampak dibiarkan tanpa pemeliharaan memadai. Tak tampak pula pekerja yang sedang sibuk membangun kapal pengangkut MBT Leopard ini,
AT-2 ini nantinya akan memakai nomor lambung KRI 519 (photo : ARC)
Sejatinya, LST ini merupakan saudari dari KRI Bintuni 520 yang sudah berlayar. KRI Bintuni sendiri merupakan buatan galangan kapal swasta yaitu PT. Daya Radar Utama.
AT-1 KRI 518 yang sempat sea trial (photo : Anas Nurhafidz)
Desain LST kelas Bintuni sendiri merupakan milik PT. DKB, namun ironisnya LST yang dibuat oleh PT. DKB, malah belum beroperasi sama sekali. LST dengan nomor lambung 518 bahkan baru menjalani sea trial, sementara LST AT nomor 2 (yang nantinya bernomor lambung 519) masih teronggok di galangan.
AT-3 KRI Teluk Bintuni 520 (photo : frans tedjakusuma)
Padahal kontrak pengadaan LST ini sendiri dilakukan pada tahun 2012 lalu, dan PT. DKB seharusnya menyelesaikan pesanan pada tahun 2014. Namun demikian, hingga 2 tahun kemudian, kedua kapal masih belum diserahkan ke pemesannya, yaitu Kementrian Pertahanan atau TNI-AL.
First steel cutting LST ke-4/AT-4 di PT Daya Radar Utama (photo : TNI AL)
Belum jelas apa yang menyebabkan LST ini mangkrak dan sedemikian lamban penyelesaiannya. Gosip yang beredar menyebutkan PT.DKB mengalami kesulitan keuangan, bahkan nyaris bangkrut. Jika sudah begini, maka jangan salahkan Pemerintah jika tak lagi mempercayai BUMN sebagai penyedia Alutsista. Dan itu dibuktikan dengan menyerahkan kontrak LST ke-4 kepada PT. Daya Radar Utama.
(ARC)