25 April 2016
Satu skadron pesawat amfibi berjumlah 12 hingga 16 unit (photo : Fyodor Borisov)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna menyatakan matranya membutuhkan satu skadron pesawat pengawas tipe amfibi untuk memaksimalkan pengawasan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang begitu luas.
Berdasarkan konvensi hukum laut internasional, ALKI merupakan alur untuk pelayaran dan penerbangan yang dapat dimanfatkan kapal atau pesawat asing. Keberadaan ALKI, kata Agus, berkaitan dengan peran TNI AU dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
"Dengan ALKI I, II, III yang begitu luas, berarti harus ada kekuatan udara yang bisa cepat hadir di mana saja, yang bisa dobel fungsi, contohnya pesawat amfibi," kata Agus di sela Seminar Nasional Kedirgantaraan bertema ‘Meningkatkan Peran TNI Angkatan Udara dalam rangka Mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia’ di Persada Executive Club Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Senin (25/4).
ALKI I melintasi Laut China Selatan, Selat Karimata, Laut Jawa, dan Selat Sunda. ALKI II melintasi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores, dan Selat Lombok. Sementara ALKI III melintasi Samudra Pasifik, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai, dan Laut Sawu.
Pengawasan udara di wilayah ALKI I yang juga membentang di atas Selat Malaka, kata Agus, membutuhkan minimal empat pesawat amfibi.
"Kalau berpikir ideal, kita bisa membayangkan berapa luas wilayah Indonesia. ALKI I saja sudah luas. Berarti minimum sudah butuh empat pesawat," ujar Agus.
Maka dengan wilayah Indonesia yang memiliki tiga ALKI, kata Agus, dibutuhkan setidaknya satu skadron pesawat amfibi yang berjumlah 12 hingga 16 unit.
"Itu (satu skadron) kebutuhan minimalnya," ujar Agus.
TNI AU saat ini sudah memiliki pesawat amfibi, namun tak mencukupi. Dua di antara pesawat amfibi yang dipunyai Indonesia ialah Albatross dan Catalina. Pesawat-pesawat itu biasa digunakan untuk patroli, operasi SAR, dan pemadaman kebakaran hutan.
Agus menyerahkan pengadaan alat utama sistem senjata udara yang dibutuhkan TNI AU kepada Kementerian Pertahanan. Sementara TNI AU hanya mengirimkan spesifikasi teknis sesuai kebutuhan matra mereka.
"Masalah jenis pesawatnya apa, nanti tanyakan ke Kemhan. Kalo kami urus spesifikasi. Butuh yang seperti apa," ujar Agus.
Pada kesempatan yang sama, anggota Komisi I DPR Mayjen Purnawirawan Supiadin Aries Saputra mengatakan peran TNI AU tidak mudah dalam mengamankan poros maritim dunia karena kondisi alutsista saat ini yang belum maksimal.
Pengadaan alutsista, ujar Aries, harus berdasarkan kebutuhan pengguna, bukan kepentingan pihak lain di luar TNI.
(CNN)
Satu skadron pesawat amfibi berjumlah 12 hingga 16 unit (photo : Fyodor Borisov)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna menyatakan matranya membutuhkan satu skadron pesawat pengawas tipe amfibi untuk memaksimalkan pengawasan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang begitu luas.
Berdasarkan konvensi hukum laut internasional, ALKI merupakan alur untuk pelayaran dan penerbangan yang dapat dimanfatkan kapal atau pesawat asing. Keberadaan ALKI, kata Agus, berkaitan dengan peran TNI AU dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
"Dengan ALKI I, II, III yang begitu luas, berarti harus ada kekuatan udara yang bisa cepat hadir di mana saja, yang bisa dobel fungsi, contohnya pesawat amfibi," kata Agus di sela Seminar Nasional Kedirgantaraan bertema ‘Meningkatkan Peran TNI Angkatan Udara dalam rangka Mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia’ di Persada Executive Club Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Senin (25/4).
ALKI I melintasi Laut China Selatan, Selat Karimata, Laut Jawa, dan Selat Sunda. ALKI II melintasi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores, dan Selat Lombok. Sementara ALKI III melintasi Samudra Pasifik, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai, dan Laut Sawu.
Pengawasan udara di wilayah ALKI I yang juga membentang di atas Selat Malaka, kata Agus, membutuhkan minimal empat pesawat amfibi.
"Kalau berpikir ideal, kita bisa membayangkan berapa luas wilayah Indonesia. ALKI I saja sudah luas. Berarti minimum sudah butuh empat pesawat," ujar Agus.
Maka dengan wilayah Indonesia yang memiliki tiga ALKI, kata Agus, dibutuhkan setidaknya satu skadron pesawat amfibi yang berjumlah 12 hingga 16 unit.
"Itu (satu skadron) kebutuhan minimalnya," ujar Agus.
TNI AU saat ini sudah memiliki pesawat amfibi, namun tak mencukupi. Dua di antara pesawat amfibi yang dipunyai Indonesia ialah Albatross dan Catalina. Pesawat-pesawat itu biasa digunakan untuk patroli, operasi SAR, dan pemadaman kebakaran hutan.
Agus menyerahkan pengadaan alat utama sistem senjata udara yang dibutuhkan TNI AU kepada Kementerian Pertahanan. Sementara TNI AU hanya mengirimkan spesifikasi teknis sesuai kebutuhan matra mereka.
"Masalah jenis pesawatnya apa, nanti tanyakan ke Kemhan. Kalo kami urus spesifikasi. Butuh yang seperti apa," ujar Agus.
Pada kesempatan yang sama, anggota Komisi I DPR Mayjen Purnawirawan Supiadin Aries Saputra mengatakan peran TNI AU tidak mudah dalam mengamankan poros maritim dunia karena kondisi alutsista saat ini yang belum maksimal.
Pengadaan alutsista, ujar Aries, harus berdasarkan kebutuhan pengguna, bukan kepentingan pihak lain di luar TNI.
(CNN)