17 April 2015
R80 adalah pesawat hemat bahan bakar berkapasitas 80 hingga 90 penumpang dengan jangkauan antarpulau atau provinsi di Indonesia. Pendanaan pesawat direncanakan 50 persen mendapatkan investasi co-founder dari swasta dan 50 persen bisa co-founder dari pemerintah. Pesawat akan selesai pada 2019, dan R80 sudah dapat dioperasikan pada 2020 (photo : Kaskus Militer)
JAKARTA - Pemerintah menjanjikan akan ikut dalam pengembangan pesawat R80 yang diinisiasi perusahaan Regio Aviasi Industri (RAI) yang didirikan Presiden Ke-3 RI, BJ Habibie. Presiden Joko Widodo sudah menyatakan kesiapan untuk memasukkan dalam program nasional.
”Iya, ini seharusnya mendapat perhatian, menjadi proyek nasional,” kata Presiden Jokowi, di sela-sela menghadiri National Innovation Forum 2015, di Graha Widya Bhakti, Puspitek, Tangerang Selatan, kemarin (13/4).
Presiden menyatakan, pengembangan di bidang teknologi ke depan memang perlu difokuskan pada hal-hal yang menjadi kebutuhan bangsa. Karena itu, dia menyambut baik rencana RAI mengembangkan pesawat R80.
Data-data pesawat R80 (photo & image : IndoCropCircles)
Pada kesempatan itu, perusahaan yang didirikan Habibie bersama putranya Ilham Habibie itu menjadi salah satu peserta event yang diprakarsai Kementerian Riset dan Teknologi. Forum itu diadakan khusus untuk membantu menghubungkan hasil inovasi teknologi dengan dunia usaha dan masyarakat secara umum.
Kepada Jokowi, Habibie sempat mengutarakan kalau perusahaannya membutuhkan dukungan pemerintah dalam hal finansial. Dukungan itu nantinya diharapkan bersinergi dengan support dari pihak swasta dan luar negeri.
”Mereka akan ikut kalau dari pemerintah ikut menyumbang, dalam arti mengatakan ’silakan’. Karena, industri pesawat terbang seperti Boeing dan Airbus dapat bantuan yang sama,” beber Habibie di tempat yang sama.
Sambil menunjukkan miniatur R80, dia menuturkan kepada presiden tentang sejumlah kelebihan yang dimiliki pesawat dengan kapasitas 80-90 orang tersebut. Di antaranya, tentang pilihan penggunaan baling-baling sebagai penggerak. Menurut Habibie, pesawat akan hemat bahan bakar dan akan lebih mudah perawatannya.
Lebih Efisien dari Boeing dan Airbus
Dia menambahkan, pesawat R80 juga dirancang agar bisa sesuai dengan tipe bandara yang banyak ada di Indonesia. ”Pesawat ini tidak akan kalah hebat dengan Boeing 777,” tutur Habibie.
Saat ini, pesawat tersebut masih dalam tahap desain awal. Sejak dua tahun yang lalu, RAI telah bekerja melakukan studi kelayakan di Amerika Serikat. ”Kalau (dukungan pemerintah) itu terjadi, (tahun) 2019, pesawat ini akan mengudara,” imbuh Habibie.
Pesawat R80 didesain sebagai penyempurnaan pesawat N250 buatan anak-anak negeri yang sempat terbang perdana, namun terkendala pengembangannya pada 1995 lalu. Ada banyak perubahan drastis dari sisi teknologi. Misalnya, pesawat telah didesain lebih hemat bahan bakar hingga 30 persen.
Selain itu, pesawat yang juga akan menggunakan teknologi fly by wire, baling-baling di sayap pesawat juga termasuk teknologi baru. Sebab, punya kemampuan menentukan arah angin dingin dan panas yang dihasilkan mesin. Secara garis besar, dengan berbagai teknologi yang dipakai, pesawat dapat melaju dengan kecepatan lebih tinggi, namun tetap efisien.
Sebelumnya, Habibie menyebut R80 akan lebih cepat dan lebih efisien dalam penggunaan bahan bakar dibanding Airbus ataupun Boeing. Sebab, R80 dirancang dengan perbandingan antara angin yang dingin dihasilkan dari udara di bodi pesawat dengan angin yang dikeluarkan pada mesin di belakang pesawat lebih tinggi (bypass ratio).
“Saya menyampaikan bahwa Airbus atau Boeing itu bypass ratio-nya 12. Makin tinggi bypass ratio, makin sedikit konsumsi bahan bakar dan lebih cepat. Ini (R80) bypass ratio-nya 40. Kami perhitungkan pesawat terbang ini lebih sedikit 30 persen (penggunaan bahan bakar, Red),” kata pria kelahiran Parepare, Sulsel, ini.
Meski secara fisik belum mulai dibuat, pesawat R80 sudah mulai banjir pesanan. Terutama, dari maskapai penerbangan komersial dalam negeri. Sudah tiga perusahaan yang menandatangani letter of intent (LoI), yakni Nam Air untuk pemesanan 100 unit, Kalstar (25 unit), dan Trigana Air (20 unit). (Kaltim Post)
PT DI: Jangan Lupakan Marketnya
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Dirgantara Indonesia (DI) menyambut baik komitmen Presiden Joko Widodo untuk memberikan suntikan modal bagi pengembangan pesawat R80. PT DI juga berharap pemerintah tidak melupakan segi pemasaran pesawat yang idenya berasal dari mantan Presiden Indonesia BJ Habibie
Kepala Humas PT DI Rakhendi Triatna menjelaskan, justru biasanya pengembangan sebuah unit pesawat dilakukan setelah ada pasar atau pemesan. Untuk itu, pengembangan pesawat perlu didanai, hanya saja pemerintah harus juga membantu mencarikan pasar.
"Kami sih senang karena dengan dibantu, kami bisa mulai kerjakan. Dan engineer kami bisa latihan juga. Cuma permasalahan paling utama, kalau pesawatnya sih kami yakin bisa buat. Tapi justru marketnya. Market di 80 penumpang ada. Tapi bersaing dengan pesawat 100 penumpang dan ATR. Nah mampu tidak?," jelasnya.
Ia mengatakan, PT DI sendiri berharap pemerintah justru mengembangkan pasar yang bisa disasar oleh R80. Dia menambahkan, proyek R80 ini dikembangkan oleh PT RAI milik keluarga BJ Habibie. PT DI, lanjutnya, sebatas pelaku produksi dan pengembangan.
"Dana, kalau kasih modal bisa saja. Tapi jadinya nanti milik negara. Ini yang penting adalah pengembangan. Belum hasilkan uang. Itu 5 tahun bikin prototype. Itu pengembangan saja butuh 1 miliar dolar AS. Lalu baru bisa dijual," katanya.
Namun sebelum itu, tambah Rakhendi, pemerintah harus memperjelas dahulu status proyek R80 ini apakah dikerjakan oleh swasta atau pemerintah. Pasalnya, apabila pemerintah memberikan pendanaan maka proyek ini akan menjadi proyek pemerintah, bukan lagi PT RAI.
"Kalau pemerintah ingin mendanakan bisa saja tapi tidak lagi milik RAI atau bisa jadi dibeli lalu yang kerjakan PT DI. Nah itu masih belum jelas. Kalau misal pemerintah mendanai itu bagus saja, tapi masyarakat akan tanyakan. Ini kaitannya soal dana. Kalau yang kerjakan swasta kan bisa," ujarnya.
Seperti diberitakan, Mantan Presiden BJ Habibie hingga kini terus mengembangkan industri penerbangan Tanah Air. Saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo dalamNational Innovation Forum (NIF) 2015 di Pusat penelitian IPTEK (Puspitek) Serpong, Habibie meminta dukungan pemerintah dalam pengembangan industri pesawat.
Habibie menjelaskan, saat ini ia tengah mengembangkan pesawat baling-baling R80 yang menurutnya paling cocok digunakan untuk menjangkau antarpulau di Indonesia. Ia mengaku, telah melakukan studi kelayakan pesawat tersebut selama dua tahun di Amerika Serikat. (Republika)
R80 adalah pesawat hemat bahan bakar berkapasitas 80 hingga 90 penumpang dengan jangkauan antarpulau atau provinsi di Indonesia. Pendanaan pesawat direncanakan 50 persen mendapatkan investasi co-founder dari swasta dan 50 persen bisa co-founder dari pemerintah. Pesawat akan selesai pada 2019, dan R80 sudah dapat dioperasikan pada 2020 (photo : Kaskus Militer)
JAKARTA - Pemerintah menjanjikan akan ikut dalam pengembangan pesawat R80 yang diinisiasi perusahaan Regio Aviasi Industri (RAI) yang didirikan Presiden Ke-3 RI, BJ Habibie. Presiden Joko Widodo sudah menyatakan kesiapan untuk memasukkan dalam program nasional.
”Iya, ini seharusnya mendapat perhatian, menjadi proyek nasional,” kata Presiden Jokowi, di sela-sela menghadiri National Innovation Forum 2015, di Graha Widya Bhakti, Puspitek, Tangerang Selatan, kemarin (13/4).
Presiden menyatakan, pengembangan di bidang teknologi ke depan memang perlu difokuskan pada hal-hal yang menjadi kebutuhan bangsa. Karena itu, dia menyambut baik rencana RAI mengembangkan pesawat R80.
Data-data pesawat R80 (photo & image : IndoCropCircles)
Pada kesempatan itu, perusahaan yang didirikan Habibie bersama putranya Ilham Habibie itu menjadi salah satu peserta event yang diprakarsai Kementerian Riset dan Teknologi. Forum itu diadakan khusus untuk membantu menghubungkan hasil inovasi teknologi dengan dunia usaha dan masyarakat secara umum.
Kepada Jokowi, Habibie sempat mengutarakan kalau perusahaannya membutuhkan dukungan pemerintah dalam hal finansial. Dukungan itu nantinya diharapkan bersinergi dengan support dari pihak swasta dan luar negeri.
”Mereka akan ikut kalau dari pemerintah ikut menyumbang, dalam arti mengatakan ’silakan’. Karena, industri pesawat terbang seperti Boeing dan Airbus dapat bantuan yang sama,” beber Habibie di tempat yang sama.
Sambil menunjukkan miniatur R80, dia menuturkan kepada presiden tentang sejumlah kelebihan yang dimiliki pesawat dengan kapasitas 80-90 orang tersebut. Di antaranya, tentang pilihan penggunaan baling-baling sebagai penggerak. Menurut Habibie, pesawat akan hemat bahan bakar dan akan lebih mudah perawatannya.
Lebih Efisien dari Boeing dan Airbus
Dia menambahkan, pesawat R80 juga dirancang agar bisa sesuai dengan tipe bandara yang banyak ada di Indonesia. ”Pesawat ini tidak akan kalah hebat dengan Boeing 777,” tutur Habibie.
Saat ini, pesawat tersebut masih dalam tahap desain awal. Sejak dua tahun yang lalu, RAI telah bekerja melakukan studi kelayakan di Amerika Serikat. ”Kalau (dukungan pemerintah) itu terjadi, (tahun) 2019, pesawat ini akan mengudara,” imbuh Habibie.
Pesawat R80 didesain sebagai penyempurnaan pesawat N250 buatan anak-anak negeri yang sempat terbang perdana, namun terkendala pengembangannya pada 1995 lalu. Ada banyak perubahan drastis dari sisi teknologi. Misalnya, pesawat telah didesain lebih hemat bahan bakar hingga 30 persen.
Selain itu, pesawat yang juga akan menggunakan teknologi fly by wire, baling-baling di sayap pesawat juga termasuk teknologi baru. Sebab, punya kemampuan menentukan arah angin dingin dan panas yang dihasilkan mesin. Secara garis besar, dengan berbagai teknologi yang dipakai, pesawat dapat melaju dengan kecepatan lebih tinggi, namun tetap efisien.
Sebelumnya, Habibie menyebut R80 akan lebih cepat dan lebih efisien dalam penggunaan bahan bakar dibanding Airbus ataupun Boeing. Sebab, R80 dirancang dengan perbandingan antara angin yang dingin dihasilkan dari udara di bodi pesawat dengan angin yang dikeluarkan pada mesin di belakang pesawat lebih tinggi (bypass ratio).
“Saya menyampaikan bahwa Airbus atau Boeing itu bypass ratio-nya 12. Makin tinggi bypass ratio, makin sedikit konsumsi bahan bakar dan lebih cepat. Ini (R80) bypass ratio-nya 40. Kami perhitungkan pesawat terbang ini lebih sedikit 30 persen (penggunaan bahan bakar, Red),” kata pria kelahiran Parepare, Sulsel, ini.
Meski secara fisik belum mulai dibuat, pesawat R80 sudah mulai banjir pesanan. Terutama, dari maskapai penerbangan komersial dalam negeri. Sudah tiga perusahaan yang menandatangani letter of intent (LoI), yakni Nam Air untuk pemesanan 100 unit, Kalstar (25 unit), dan Trigana Air (20 unit). (Kaltim Post)
PT DI: Jangan Lupakan Marketnya
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Dirgantara Indonesia (DI) menyambut baik komitmen Presiden Joko Widodo untuk memberikan suntikan modal bagi pengembangan pesawat R80. PT DI juga berharap pemerintah tidak melupakan segi pemasaran pesawat yang idenya berasal dari mantan Presiden Indonesia BJ Habibie
Kepala Humas PT DI Rakhendi Triatna menjelaskan, justru biasanya pengembangan sebuah unit pesawat dilakukan setelah ada pasar atau pemesan. Untuk itu, pengembangan pesawat perlu didanai, hanya saja pemerintah harus juga membantu mencarikan pasar.
"Kami sih senang karena dengan dibantu, kami bisa mulai kerjakan. Dan engineer kami bisa latihan juga. Cuma permasalahan paling utama, kalau pesawatnya sih kami yakin bisa buat. Tapi justru marketnya. Market di 80 penumpang ada. Tapi bersaing dengan pesawat 100 penumpang dan ATR. Nah mampu tidak?," jelasnya.
Ia mengatakan, PT DI sendiri berharap pemerintah justru mengembangkan pasar yang bisa disasar oleh R80. Dia menambahkan, proyek R80 ini dikembangkan oleh PT RAI milik keluarga BJ Habibie. PT DI, lanjutnya, sebatas pelaku produksi dan pengembangan.
"Dana, kalau kasih modal bisa saja. Tapi jadinya nanti milik negara. Ini yang penting adalah pengembangan. Belum hasilkan uang. Itu 5 tahun bikin prototype. Itu pengembangan saja butuh 1 miliar dolar AS. Lalu baru bisa dijual," katanya.
Namun sebelum itu, tambah Rakhendi, pemerintah harus memperjelas dahulu status proyek R80 ini apakah dikerjakan oleh swasta atau pemerintah. Pasalnya, apabila pemerintah memberikan pendanaan maka proyek ini akan menjadi proyek pemerintah, bukan lagi PT RAI.
"Kalau pemerintah ingin mendanakan bisa saja tapi tidak lagi milik RAI atau bisa jadi dibeli lalu yang kerjakan PT DI. Nah itu masih belum jelas. Kalau misal pemerintah mendanai itu bagus saja, tapi masyarakat akan tanyakan. Ini kaitannya soal dana. Kalau yang kerjakan swasta kan bisa," ujarnya.
Seperti diberitakan, Mantan Presiden BJ Habibie hingga kini terus mengembangkan industri penerbangan Tanah Air. Saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo dalamNational Innovation Forum (NIF) 2015 di Pusat penelitian IPTEK (Puspitek) Serpong, Habibie meminta dukungan pemerintah dalam pengembangan industri pesawat.
Habibie menjelaskan, saat ini ia tengah mengembangkan pesawat baling-baling R80 yang menurutnya paling cocok digunakan untuk menjangkau antarpulau di Indonesia. Ia mengaku, telah melakukan studi kelayakan pesawat tersebut selama dua tahun di Amerika Serikat. (Republika)