17 Maret 2015
Pesawat intai strategis B-737 AEW&C (photo : DID)
TNI Angkatan Udara bertekad menghadirkan superioritas udara ke tengah samudera guna melaksanakan security coverage bagi kekuatan laut dalam mendukung visi Poros Maritim Dunia.
Visi Poros Maritim Dunia yang dicanangkan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo disambut baik dan didukung penuh oleh TNI Angkatan Udara. Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Agus Supriatna menandaskan hal tersebut di sela Rapat Pimpinan TNI AU yang dilaksanakan awal Februari lalu di Jakarta dan dihadiri 306 komandan satuan dari seluruh jajaran TNI AU.
Dikatakan, relevansi TNI AU sebagai pembina kekuatan secara signifikan menentukan peran TNI AU sebagai subsistem dalam pertahanan poros maritim dunia. "TNI AU harus bisa menghadirkan superioritas udara ke tengah samudera, melaksanakan security coverage bagi naval forces," ujar Agus Supriatna, alumni AAU 1983. "Ärtinya, Sistem Pertahanan Maritim tidak hanya butuh TNI Angkatan Laut yang kuat, namun juga TNI AU yang lebih kapabel," jelasnya.
ADIZ dan FIR
Dalam rangkaian pembangunan poros maritim dunia, KSAU juga menyoroti masalah penerapan Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ - Air Defence Identification Zone). ADIZ dinilai penting sebagai wilayah payung perlindungan maritim dan ruang udara untuk menjaga keseimbangan geostrategi. Penetapan ADIZ di atas Pulau Jawa dipandang sudah tidak sesuai lagi dan ini harus menjadi suatu pemikiran bersama termasuk di dalamnya TNI AU. Menurut KSAU, penentuan ADIZ yang benar adalah harus mencakup seluruh wilayah kedaulatan NKRI hingga Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan harus berintegrasi dengan kekuatan Pertahanan Udara.
Pesawat intai maritim strategis B-737MR (photo :: Andrei Mihaila)
Untuk hal tersebut, pemerintah dan instansi terkait lainnya perlu membuat suatu pengaturan hukumnya sebagai wadah melakukan tindakan-tindakan dalam upaya pengendalian ruang udara. Hal yang sama juga terkait dengan pengelolaan Wilayah Informasi Penerbangan (FIR - Flight Information Region) di atas Pulau Natuna dan Kepulauan Riau. Terkait hal ini, TNI AU terus berupaya mendorong untuk segera diambil oleh Pemerintah Indonesia. "Tentunya, pemerintah harus menyiapkan sarana dan prasaran yang dapat meyakinkan dunia penerbangan internasional bahwa Indonesia sudah bisa mengontrol FIR di atas wilayah tersebut," ujar KSAU.
Pesawat intai strategis
Dengan tidak mengubah rencana strategisnya, TNI AU saat ini tengah menetapkan prioritas program pembangunan kekuatannya guna mendukung Visi Poros Maritim Dunia. Peningkatan kemampuan tiga pesawat intai strategis B737-200 Surveiller Skadron Udara 5 masuk dalam program tersebut.
Disamping itu ada pengadaan pesawat intai strategis modern yang perencanaannya sudah masuk dalam daftar rencana strategis di Kementerian Pertahanan.
Pesawat intai maritim taktis CN-235MPA (photo : M. Rafi Hadytama)
Agus Supriatna menhatakan, di era modern ini TNI AU sudah saatnya harus memiliki pesawat intai strategis yang modern sebagaimana negara tetangga telah memilikinya, yakni pesawat jenis AWACS (Airborne Warning and Control System) atau AEW&C (Airborne Early Warning and Control). Pesawat ini berkemampuan memberikan deteksi dini dan data-data sasaran yang terintegrasi baik dengan kekuatan udara maupun kekuatan laut.
"Dengan duduk di pesawat ini saja, kita sudah bisa mengontrol semua pergerakan sasaran baik di udara maupun di atas permukaan. Demikian juga bila terjadi perang udara," ujarnya seraya mennggambarkan bahwa TNI AU akan optimal bila memiliki tiga pesawat jenis ini untuk ditempatkan di wilayah barat, tengah, dan timur.
Menurut Agus Supriatna, TNI AU memang lebih cocok mengoperasikan pesawat intai strategis, ketimbang pesawat intai taktis (seperti CN 235 MPA) yang lebih pas dioperasikan oleh TNI AL.
Angkasa Magazine, no 6 Maret 2016, tahun XXV
Pesawat intai strategis B-737 AEW&C (photo : DID)
TNI Angkatan Udara bertekad menghadirkan superioritas udara ke tengah samudera guna melaksanakan security coverage bagi kekuatan laut dalam mendukung visi Poros Maritim Dunia.
Visi Poros Maritim Dunia yang dicanangkan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo disambut baik dan didukung penuh oleh TNI Angkatan Udara. Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Agus Supriatna menandaskan hal tersebut di sela Rapat Pimpinan TNI AU yang dilaksanakan awal Februari lalu di Jakarta dan dihadiri 306 komandan satuan dari seluruh jajaran TNI AU.
Dikatakan, relevansi TNI AU sebagai pembina kekuatan secara signifikan menentukan peran TNI AU sebagai subsistem dalam pertahanan poros maritim dunia. "TNI AU harus bisa menghadirkan superioritas udara ke tengah samudera, melaksanakan security coverage bagi naval forces," ujar Agus Supriatna, alumni AAU 1983. "Ärtinya, Sistem Pertahanan Maritim tidak hanya butuh TNI Angkatan Laut yang kuat, namun juga TNI AU yang lebih kapabel," jelasnya.
ADIZ dan FIR
Dalam rangkaian pembangunan poros maritim dunia, KSAU juga menyoroti masalah penerapan Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ - Air Defence Identification Zone). ADIZ dinilai penting sebagai wilayah payung perlindungan maritim dan ruang udara untuk menjaga keseimbangan geostrategi. Penetapan ADIZ di atas Pulau Jawa dipandang sudah tidak sesuai lagi dan ini harus menjadi suatu pemikiran bersama termasuk di dalamnya TNI AU. Menurut KSAU, penentuan ADIZ yang benar adalah harus mencakup seluruh wilayah kedaulatan NKRI hingga Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan harus berintegrasi dengan kekuatan Pertahanan Udara.
Pesawat intai maritim strategis B-737MR (photo :: Andrei Mihaila)
Untuk hal tersebut, pemerintah dan instansi terkait lainnya perlu membuat suatu pengaturan hukumnya sebagai wadah melakukan tindakan-tindakan dalam upaya pengendalian ruang udara. Hal yang sama juga terkait dengan pengelolaan Wilayah Informasi Penerbangan (FIR - Flight Information Region) di atas Pulau Natuna dan Kepulauan Riau. Terkait hal ini, TNI AU terus berupaya mendorong untuk segera diambil oleh Pemerintah Indonesia. "Tentunya, pemerintah harus menyiapkan sarana dan prasaran yang dapat meyakinkan dunia penerbangan internasional bahwa Indonesia sudah bisa mengontrol FIR di atas wilayah tersebut," ujar KSAU.
Pesawat intai strategis
Dengan tidak mengubah rencana strategisnya, TNI AU saat ini tengah menetapkan prioritas program pembangunan kekuatannya guna mendukung Visi Poros Maritim Dunia. Peningkatan kemampuan tiga pesawat intai strategis B737-200 Surveiller Skadron Udara 5 masuk dalam program tersebut.
Disamping itu ada pengadaan pesawat intai strategis modern yang perencanaannya sudah masuk dalam daftar rencana strategis di Kementerian Pertahanan.
Pesawat intai maritim taktis CN-235MPA (photo : M. Rafi Hadytama)
Agus Supriatna menhatakan, di era modern ini TNI AU sudah saatnya harus memiliki pesawat intai strategis yang modern sebagaimana negara tetangga telah memilikinya, yakni pesawat jenis AWACS (Airborne Warning and Control System) atau AEW&C (Airborne Early Warning and Control). Pesawat ini berkemampuan memberikan deteksi dini dan data-data sasaran yang terintegrasi baik dengan kekuatan udara maupun kekuatan laut.
"Dengan duduk di pesawat ini saja, kita sudah bisa mengontrol semua pergerakan sasaran baik di udara maupun di atas permukaan. Demikian juga bila terjadi perang udara," ujarnya seraya mennggambarkan bahwa TNI AU akan optimal bila memiliki tiga pesawat jenis ini untuk ditempatkan di wilayah barat, tengah, dan timur.
Menurut Agus Supriatna, TNI AU memang lebih cocok mengoperasikan pesawat intai strategis, ketimbang pesawat intai taktis (seperti CN 235 MPA) yang lebih pas dioperasikan oleh TNI AL.
Angkasa Magazine, no 6 Maret 2016, tahun XXV