09 September 2014
Center post pesawat N-219 (photo : Angkasa)
Mulai Selasa 9 September ini, komponen pesawat badan ringan 100 persen rancangan Indonesia, N219, diproduksi di fasilitas PT Dirgantara Indonesia, Bandung. Peristiwa ini menjadi momentum yang sangat penting dari upaya kebangkitan PT DI setelah bertahun-tahun diterjang krisis. Komponen ini, yakni center post, diperlihatkan Dirut DI Budi Santoso, Kepala Lapan Thomas Djamaluddin dan Chief Engineer N219 Palmana Banandhi siang tadi kepada hadirin dan wartawan dalam acara First Cutting Detail Part Manufacturing N219 di Hanggar Machining DI, Bandung.
Center post adalah "tulang" bagian tengah cockpit windshield N219. Menurut Budi Santoso, struktur airframe N219 terdiri dari lebih kurang 5.000 parts atau komponen, dan center post adalah salah satunya. Pesawat mesin ganda (turboprop) kapasitas 19 penumpang ini sengaja dirancang sederhana, tepat guna dan mudah dirawat, karena akan dipasang sebagai tulang punggung transportasi udara di daerah terpencil Indonesia. Pemerintah menjadikannya sebagai program nasional, karena sudah lama daerah-daerah tersebut memerlukan pesawat jenis ini untuk membangun dan mengejar ketertinggalannya.
Pendanaan N219 disetujui Pemerintahan SBY pada 2013 berkat lobby pimpinan Lapan yang mengedepankan subyek kemandirian industri dalam negeri. Lewat analisis kelayakan dan kemampuan teknologi, Bappenas akhirnya menggelontorkan anggaran sebesar Rp 400 milyar, dengan hasil akhir dua prototip pesawat. Dalam klausul yang dibuat pemerintah, Lapan bertindak sebagai badan litbang yang bertanggung-jawab atas kelayakan desain pesawat, sementara PT DI menjadi pihak kedua yang diberi tanggung-jawab memproduksi pesawat ini.
Kabar tentang pembuatan pesawat ini sendiri telah berhembus sejak tahun 2000-an, namun kepastiannya tak pernah jelas karena ketiadaan anggaran. Kini, setelah masalah anggaran terpecahkan, Lapan menargetkan pesawat akan roll-out selambatnya akhir 2015, dan melakukan serangkaian uji terbang untuk sertifikasi kelaikan udara pada 2016. Sejauh ini pesawat yang kabarnya dibandrol cuma 5 juta dollar AS atau lebih murah 2 juta dollar dari pesawat perintis paling populer, DHC-6 desk 400, ini sudah ditaksir sejumlah perusahaan dalam negeri. Pesanan yang tercatat (letter of intens) sudah mencapai 130 unit. (A. Darmawan)
Center post pesawat N-219 (photo : Angkasa)
Mulai Selasa 9 September ini, komponen pesawat badan ringan 100 persen rancangan Indonesia, N219, diproduksi di fasilitas PT Dirgantara Indonesia, Bandung. Peristiwa ini menjadi momentum yang sangat penting dari upaya kebangkitan PT DI setelah bertahun-tahun diterjang krisis. Komponen ini, yakni center post, diperlihatkan Dirut DI Budi Santoso, Kepala Lapan Thomas Djamaluddin dan Chief Engineer N219 Palmana Banandhi siang tadi kepada hadirin dan wartawan dalam acara First Cutting Detail Part Manufacturing N219 di Hanggar Machining DI, Bandung.
Center post adalah "tulang" bagian tengah cockpit windshield N219. Menurut Budi Santoso, struktur airframe N219 terdiri dari lebih kurang 5.000 parts atau komponen, dan center post adalah salah satunya. Pesawat mesin ganda (turboprop) kapasitas 19 penumpang ini sengaja dirancang sederhana, tepat guna dan mudah dirawat, karena akan dipasang sebagai tulang punggung transportasi udara di daerah terpencil Indonesia. Pemerintah menjadikannya sebagai program nasional, karena sudah lama daerah-daerah tersebut memerlukan pesawat jenis ini untuk membangun dan mengejar ketertinggalannya.
Pendanaan N219 disetujui Pemerintahan SBY pada 2013 berkat lobby pimpinan Lapan yang mengedepankan subyek kemandirian industri dalam negeri. Lewat analisis kelayakan dan kemampuan teknologi, Bappenas akhirnya menggelontorkan anggaran sebesar Rp 400 milyar, dengan hasil akhir dua prototip pesawat. Dalam klausul yang dibuat pemerintah, Lapan bertindak sebagai badan litbang yang bertanggung-jawab atas kelayakan desain pesawat, sementara PT DI menjadi pihak kedua yang diberi tanggung-jawab memproduksi pesawat ini.
Kabar tentang pembuatan pesawat ini sendiri telah berhembus sejak tahun 2000-an, namun kepastiannya tak pernah jelas karena ketiadaan anggaran. Kini, setelah masalah anggaran terpecahkan, Lapan menargetkan pesawat akan roll-out selambatnya akhir 2015, dan melakukan serangkaian uji terbang untuk sertifikasi kelaikan udara pada 2016. Sejauh ini pesawat yang kabarnya dibandrol cuma 5 juta dollar AS atau lebih murah 2 juta dollar dari pesawat perintis paling populer, DHC-6 desk 400, ini sudah ditaksir sejumlah perusahaan dalam negeri. Pesanan yang tercatat (letter of intens) sudah mencapai 130 unit. (A. Darmawan)
(Angkasa)